Pangan. Kata itu terdengar akrab sekaligus asing pada saat yang sama. Dalam penggunaannya, pangan menjadi kata yang kedengarannya penting ketika diucapkan oleh kelompok elit dari kalangan pemerintahan tetapi sontak terabaikan ketika dihayati dalam keseharian masyarakat jelata. Ada apa dengan Pangan? Arti Kata Pangan, sebuah catatan lepas.
Istilah apa yang akan dipakai untuk membahasakan "bahan, biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan, yang dimakan oleh makhluk hidup mendapatkan tenaga dan nutrisi": pangan atau makanan? Pilihan Wikipedia Indonesia, jelas: Makanan. Coba ketikkan url https://id.wikipedia.org/wiki/Pangan. Anda akan dialihkan (di-redirect) ke halaman https://id.wikipedia.org/wiki/Makanan.
Apakah kedua kata itu (oleh Wiki) dijelaskan dengan satu halaman perujuk saja karena memang artinya sama? Entahlah. Belum ada keterangan 'resmi' tentang itu. Menariknya, KBBI daring pun 'berperilaku' sama. Ketikkan pencarian arti kata "pangan". Jawabannya singkat, cuma beberapa kata: makanan, bla bla bla. Tetapi, coba sebaliknya: ketikkan kata: "makan.an". Jawabannya panjang, bahkan panjang sekali; tidak ada kata pangan di sana.[1]
Oke-lah. Itu kata Wiki dan KBBI. Bagaimana dengan Anda? Kata mana yang akan dipilih ketika artinya merujuk ke terjemahan yang tadi, pangan atau makanan? Lidah dan telinga Timur akan mendesak saya untuk memilih kata yang kedua. Betapapun, kata "makanan" terdengar lebih akrab di telinga dan mudah untuk dilafalkan serta diingat ketimbang kata pertama. Entah mengapa, "pangan" lebih terkesan kata Jawa yangtidak belum saya mengerti.
Tunggu dulu! Kita tidak sendiri? Ya, mari kita ukur dari kata mana yang paling banyak tersedia di mesin pencarian (Google). Dalam pencarian tertanggal 10 Agustus 2015 melalui google.com tercatat, pencarian atas kata "makanan" terhitung sejumlah 72.200.000 hasil dalam 0,21 detik. Sementara, untuk pencarian kata "pangan" terhitung sejumlah 3.890.000 hasil pencarian dalam 0,25 detik. Beda jauh, bukan?
Itu dari sisi "berapa banyak hasil pencarian". Bagaimana jika dibandingkan dari sisi "berapa banyak orang yang mencari" kedua kata itu? Baiklah. Mari kita sedikit membolak-balik lemari arsip Google Trends untuk menjawab pertanyaan itu. Kebetulan, saya punya salinan arsipnya (capture) dari tanggal 7 Agustus 2015.
Grafiknya tegas dan perbedaannya jelas. Pangan (yang diwakili garis biru), kalah jauh dibanding kata Makanan (yang diwakili garis merah). Perbedaan itu juga terkesan semakin melebar dari waktu ke waktu. Sepanjang 2013, rasio perbandingannya 82:4. Di tahun berikutnya, sedikit berkurang menjadi 78:4. Namun, di tahun 2015 yang baru memasuki paruh kedua, Google Trends mencatat rasio perbandingannya membengkak menjadi 91:4.[2]
Mungkin jawaban sederhana atas pertanyaan, "kenapa bisa begitu?" adalah karena karena kata "pangan" merupakan kata serapan dari bahasa daerah (Jawa) dan karena itu hanya (renyah ketika) dipakai di lingkup tertentu. Tetapi jawaban itu tidaklah memuaskan. Misalnya, bagaimana dengan kata "Galau"? Kata serapan dari bahasa Minangkabau itu kini telah jamak dipakai, umum dipahami, dan renyah diucapkan terlebih di beranda-beranda jejaring sosial.[3] Berbeda dengan galau, untuk menulis kata pangan di dinding status media sosial, mungkin perlu ditambahkan hastag #ApaSih di belakangnya. #Glek.
Organisasi Makanan dan Pertanian, tetapi malah Organisasi Pangan dan Pertanian.
Jika Food diterjemahkan dengan makanan dan pangan, dan jika pangan = makanan, mungkin ada baiknya jika penelusuran lanjutan atas tanya yang tersimpan sejak awal catatan ini difokuskan pada kata kerja (verba) yang menjadi asal dari kedua kata itu: makan. Oleh Wiki, kata dasar "makan" dipakai dalam 4 (empat) bahasa: Banjar, Indonesia, Malaysia, dan Swedia.[5]
Mari kita singkirkan rujukan untuk penggunaan kata makan dalam bahasa Swedia (yang diterjemahkan sebagai 'bentuk singular dari istilah wanita yang telah menikah). Kata "makan", baik dalam bahasa Banjar, Indonesia, dan Malaysia, diterjemahkan dengan arti yang sama: to eat (consume). Wiki menjelaskan, secara etimologis, kata "makan" dalam ketiga bahasa itu (Banjar, Indonesia, dan Malaysia) merupakan kata yang diturunkan dari rumpun bahasa Proto-Malayic (*makan), lebih jauh lagi dari Proto-Malayo-Polynesian (*kaən), dan dari rumpun bahasa Proto-Austronesian (*kaən).
Dalam perjalanannya, kata "makan" dalam bahasa Indonesia adalah kata yang "diambil" dari bahasa Melayu (Proto-Malayic). Kemudian, kata itu menjadi umum digunakan di seantero nusantara, mengingat bahasa Melayu adalah bahasa pengantar/ bahasa pergaulan (Lingua franca) di daerah jajahan Belanda. Kata "makan" (bahasa Indonesia) bahkan juga diserap ke dalam bahasa Belanda, dan sampai sekarang masih menjadi salah satu kata bahasa Belanda yang diserap dari bahasa Melayu (Indonesia).[6]
Jadi, begitulah. Saya, yang dalam bahasa daerah membahasakan to eat dengan ghan (kata bahasa Manus - Manggarai Timur - Flores), kemudian lebih akrab dengan kata makan karena sejak awal kata itu dipakai sebagai bahasa pemersatu di seluruh nusantara. Kira-kira begitu.
Lalu, bagaimana kata makan bisa dikaitkan dengan kata pangan?
Dari segi penulisannya, kata yang paling dekat dengan kata pangan (makan.an) adalah kata mangan (makan). Sang penulis juga menjelaskan, berbeda dari kata-kata yang lain, kata mangan, memang lebih umum dipakai (catatannya: namun JANGAN memakai kata ini untuk orang tua atau orang yang kita hormati). Mungkin itulah alasan mengapa terjemahan falsafah makan tidak makan asal kumpul, dalam bahasa aslinya diungkapkan dengan kata mangan dan bukan kata lain yang merujuk ke arti yang sama (mangan ora mangan waton kumpul).[8]
Jauh sebelum kelompok musik Slank memperkenalkan lagu Makan Gak Makan asal Kumpul dan lama sebelum kumpulan sketsa Umar Kayam berjudul Mangan Ora Mangan Kumpul diterbitkan, kata Pangan sebenarnya sudah lebih dahulu terkenal (diperkenalkan). Saya masih ingat, semasa SD di tahun 90-an, kata "pangan" sudah termasuk dalam tiga serangkai kata sakti yang wajib dihafalkan terkait dengan kebutuhan hidup manusia.[9]
Sandang, Pangan, Papan: pakaian, makanan, dan tempat tinggal adalah tiga istilah yang dikaitkan dengan kebutuhan primer manusia berdasarkan tingkat kepentingannya. Usut punya usut, rangkaian penyebutan ketiga istilah itu ternyata berasal dari tradisi dalam masyarakat Jawa. Disebutkan, Sandang-Pangan-Papan adalah konsep yang biasanya melandasi kehidupan bagi orang Jawa. Kata-kata tersebut biasanya terucap dari mulut orangtua kepada anak muda yang akan memulai kehidupan baru dengan wanita yang di-idamkan.[10]
Tentang bagaimana konsep itu kemudian masuk ke dalam kurikulum pembelajaran atau menjadi kata-kata sakti dalam kehidupan bernegara, mungkin akan kita telusuri di lain waktu. Poinnya adalah, ketiga istilah yang diserap dari kosakata bahasa Jawa tersebut dapat membahasakan secara singkat apa yang sebelumnya terlalu panjang-lebar dirumuskan dalam penjabaran kebutuhan primer, kebutuhan yang amat sangat dibutuhkan manusia dan sifatnya wajib untuk dipenuhi.
Hemat saya, karena sudah menjadi tugas negara untuk memastikan setiap warganya tercukupi kebutuhan primer-nya, istilah sandang, pangan, papan yang singkat dan mudah diingat itu kemudian diadopsi (diserap sebagai kata bahasa Indonesia) dan diangkat sebagai kata-kata sakral yang dikaitkan dengan kesejahteraan masyarakat nusantara.
Di tangan negara, arti kata pangan pun menjadi lebih luas ketimbang saat ia dikandung bahasa aslinya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012, arti kata pangan bahkan menjadi lebih 'menyeluruh' dan kompleks. "Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman."[11]
Begitulah. Ijinkan saya mengatakan ini: kini kata pangan lebih terkesan milik pemerintah dan birokrat (dan nama jurusan serta program studi di sejumlah universitas). Ia bukanlah kata (seperti kata galau) yang dihidupi masyarakat (baca: warganegara) dalam kesehariannya. Ia juga tercerabut dari asal kata-nya dan diberi atribut yang lebih belibet dan rumit; pengertian yang hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang 'makan bangku sekolahan'. Jangan heran, ketika pemerintah teriak-teriak soal kedaulatan pangan atau kemandirian pangan, teriakan itu adalah sesuatu yang perlu dibahasakan ulang dalam sekian banyak proyek, seminar, atau matakuliah untuk dapat dimengerti dan dijalankan bersama oleh segenap warga negara.
Ya. kenapa sih harus dibuat ribet? Misalnya, daripada harus pidato berapi-api tentang "gerakan pangan berdaulat", kenapa tidak secara sederhana dibahasakan dalam istilah aslinya. Bahwa negara kita harus mengusahakan sendiri makanan untuk warganya, tanpa harus tergantung dari impor negeri tetangga. Bahwa semangat untuk mengusahakan "makanan sendiri" (Kemandirian Pangan) harusnya menjadi sikap mental semua warganegara agar nantinya kita tidak disebut "bangsa pengimpor" atau bahkan "bangsa pengemis".
Sekian dulu.
Robert Bell. Thundang
Istilah apa yang akan dipakai untuk membahasakan "bahan, biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan, yang dimakan oleh makhluk hidup mendapatkan tenaga dan nutrisi": pangan atau makanan? Pilihan Wikipedia Indonesia, jelas: Makanan. Coba ketikkan url https://id.wikipedia.org/wiki/Pangan. Anda akan dialihkan (di-redirect) ke halaman https://id.wikipedia.org/wiki/Makanan.
Apakah kedua kata itu (oleh Wiki) dijelaskan dengan satu halaman perujuk saja karena memang artinya sama? Entahlah. Belum ada keterangan 'resmi' tentang itu. Menariknya, KBBI daring pun 'berperilaku' sama. Ketikkan pencarian arti kata "pangan". Jawabannya singkat, cuma beberapa kata: makanan, bla bla bla. Tetapi, coba sebaliknya: ketikkan kata: "makan.an". Jawabannya panjang, bahkan panjang sekali; tidak ada kata pangan di sana.[1]
Oke-lah. Itu kata Wiki dan KBBI. Bagaimana dengan Anda? Kata mana yang akan dipilih ketika artinya merujuk ke terjemahan yang tadi, pangan atau makanan? Lidah dan telinga Timur akan mendesak saya untuk memilih kata yang kedua. Betapapun, kata "makanan" terdengar lebih akrab di telinga dan mudah untuk dilafalkan serta diingat ketimbang kata pertama. Entah mengapa, "pangan" lebih terkesan kata Jawa yang
Pangan vs Makanan
Kalau Anda juga punya pendapat yang sama, kita tidak sendiri. Oh, iya. Sebelumnya, perlu ditegaskan, ini bukan soal Jawa dan non-Jawa. Ini tentang kata mana yang lebih dipilih untuk membahasakan "segala bahan yang kita makan atau masuk ke dalam tubuh yang membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberikan tenaga, atau mengatur semua proses dalam tubuh" (Lihat terjemahan KBBI daring).Tunggu dulu! Kita tidak sendiri? Ya, mari kita ukur dari kata mana yang paling banyak tersedia di mesin pencarian (Google). Dalam pencarian tertanggal 10 Agustus 2015 melalui google.com tercatat, pencarian atas kata "makanan" terhitung sejumlah 72.200.000 hasil dalam 0,21 detik. Sementara, untuk pencarian kata "pangan" terhitung sejumlah 3.890.000 hasil pencarian dalam 0,25 detik. Beda jauh, bukan?
Itu dari sisi "berapa banyak hasil pencarian". Bagaimana jika dibandingkan dari sisi "berapa banyak orang yang mencari" kedua kata itu? Baiklah. Mari kita sedikit membolak-balik lemari arsip Google Trends untuk menjawab pertanyaan itu. Kebetulan, saya punya salinan arsipnya (capture) dari tanggal 7 Agustus 2015.
Grafiknya tegas dan perbedaannya jelas. Pangan (yang diwakili garis biru), kalah jauh dibanding kata Makanan (yang diwakili garis merah). Perbedaan itu juga terkesan semakin melebar dari waktu ke waktu. Sepanjang 2013, rasio perbandingannya 82:4. Di tahun berikutnya, sedikit berkurang menjadi 78:4. Namun, di tahun 2015 yang baru memasuki paruh kedua, Google Trends mencatat rasio perbandingannya membengkak menjadi 91:4.[2]
Mungkin jawaban sederhana atas pertanyaan, "kenapa bisa begitu?" adalah karena karena kata "pangan" merupakan kata serapan dari bahasa daerah (Jawa) dan karena itu hanya (renyah ketika) dipakai di lingkup tertentu. Tetapi jawaban itu tidaklah memuaskan. Misalnya, bagaimana dengan kata "Galau"? Kata serapan dari bahasa Minangkabau itu kini telah jamak dipakai, umum dipahami, dan renyah diucapkan terlebih di beranda-beranda jejaring sosial.[3] Berbeda dengan galau, untuk menulis kata pangan di dinding status media sosial, mungkin perlu ditambahkan hastag #ApaSih di belakangnya. #Glek.
Bermula Dari Kata Yang Sama: Makan
Berpaling ke Google Terjemahan untuk mencari pembenaran, ternyata tidak banyak membantu. Google terjemahan tetap menempatkan kata "pangan" di kasta kedua setelah kata "makanan" untuk terjemahan instan dari kata bahasa Inggris food (lihat gambar).[4] Meski begitu, FAO (Food and Agriculture Organization), yang berada di bawah naungan PBB, tidak diterjemahkan denganJika Food diterjemahkan dengan makanan dan pangan, dan jika pangan = makanan, mungkin ada baiknya jika penelusuran lanjutan atas tanya yang tersimpan sejak awal catatan ini difokuskan pada kata kerja (verba) yang menjadi asal dari kedua kata itu: makan. Oleh Wiki, kata dasar "makan" dipakai dalam 4 (empat) bahasa: Banjar, Indonesia, Malaysia, dan Swedia.[5]
Mari kita singkirkan rujukan untuk penggunaan kata makan dalam bahasa Swedia (yang diterjemahkan sebagai 'bentuk singular dari istilah wanita yang telah menikah). Kata "makan", baik dalam bahasa Banjar, Indonesia, dan Malaysia, diterjemahkan dengan arti yang sama: to eat (consume). Wiki menjelaskan, secara etimologis, kata "makan" dalam ketiga bahasa itu (Banjar, Indonesia, dan Malaysia) merupakan kata yang diturunkan dari rumpun bahasa Proto-Malayic (*makan), lebih jauh lagi dari Proto-Malayo-Polynesian (*kaən), dan dari rumpun bahasa Proto-Austronesian (*kaən).
Dalam perjalanannya, kata "makan" dalam bahasa Indonesia adalah kata yang "diambil" dari bahasa Melayu (Proto-Malayic). Kemudian, kata itu menjadi umum digunakan di seantero nusantara, mengingat bahasa Melayu adalah bahasa pengantar/ bahasa pergaulan (Lingua franca) di daerah jajahan Belanda. Kata "makan" (bahasa Indonesia) bahkan juga diserap ke dalam bahasa Belanda, dan sampai sekarang masih menjadi salah satu kata bahasa Belanda yang diserap dari bahasa Melayu (Indonesia).[6]
Jadi, begitulah. Saya, yang dalam bahasa daerah membahasakan to eat dengan ghan (kata bahasa Manus - Manggarai Timur - Flores), kemudian lebih akrab dengan kata makan karena sejak awal kata itu dipakai sebagai bahasa pemersatu di seluruh nusantara. Kira-kira begitu.
Lalu, bagaimana kata makan bisa dikaitkan dengan kata pangan?
Kata "Makan" Dalam Bahasa Jawa
Pembahasan pada bagian ini disumberkan dari sebuah artikel dengan judul yang dikutip dengan persis.[7] Ternyata, dalam perbendaharaan kosa kata bahasa Jawa, kata makan diungkapkan dengan banyak bentuk, seturut jenjang ngoko, krama, dan krama inggil. Dalam pembahasannya sang penulis menjelaskan, minimal ada 6 (enam) kata bahasa Jawa yang dipakai untuk membahasakan kata makan, yakni nothol, mbadhok, nyekek, mangan, maem dan dahar.Dari segi penulisannya, kata yang paling dekat dengan kata pangan (makan.an) adalah kata mangan (makan). Sang penulis juga menjelaskan, berbeda dari kata-kata yang lain, kata mangan, memang lebih umum dipakai (catatannya: namun JANGAN memakai kata ini untuk orang tua atau orang yang kita hormati). Mungkin itulah alasan mengapa terjemahan falsafah makan tidak makan asal kumpul, dalam bahasa aslinya diungkapkan dengan kata mangan dan bukan kata lain yang merujuk ke arti yang sama (mangan ora mangan waton kumpul).[8]
Jauh sebelum kelompok musik Slank memperkenalkan lagu Makan Gak Makan asal Kumpul dan lama sebelum kumpulan sketsa Umar Kayam berjudul Mangan Ora Mangan Kumpul diterbitkan, kata Pangan sebenarnya sudah lebih dahulu terkenal (diperkenalkan). Saya masih ingat, semasa SD di tahun 90-an, kata "pangan" sudah termasuk dalam tiga serangkai kata sakti yang wajib dihafalkan terkait dengan kebutuhan hidup manusia.[9]
Sandang, Pangan, Papan: pakaian, makanan, dan tempat tinggal adalah tiga istilah yang dikaitkan dengan kebutuhan primer manusia berdasarkan tingkat kepentingannya. Usut punya usut, rangkaian penyebutan ketiga istilah itu ternyata berasal dari tradisi dalam masyarakat Jawa. Disebutkan, Sandang-Pangan-Papan adalah konsep yang biasanya melandasi kehidupan bagi orang Jawa. Kata-kata tersebut biasanya terucap dari mulut orangtua kepada anak muda yang akan memulai kehidupan baru dengan wanita yang di-idamkan.[10]
Tentang bagaimana konsep itu kemudian masuk ke dalam kurikulum pembelajaran atau menjadi kata-kata sakti dalam kehidupan bernegara, mungkin akan kita telusuri di lain waktu. Poinnya adalah, ketiga istilah yang diserap dari kosakata bahasa Jawa tersebut dapat membahasakan secara singkat apa yang sebelumnya terlalu panjang-lebar dirumuskan dalam penjabaran kebutuhan primer, kebutuhan yang amat sangat dibutuhkan manusia dan sifatnya wajib untuk dipenuhi.
Hemat saya, karena sudah menjadi tugas negara untuk memastikan setiap warganya tercukupi kebutuhan primer-nya, istilah sandang, pangan, papan yang singkat dan mudah diingat itu kemudian diadopsi (diserap sebagai kata bahasa Indonesia) dan diangkat sebagai kata-kata sakral yang dikaitkan dengan kesejahteraan masyarakat nusantara.
Terpenjara: Saat Pangan Jadi Kata Sakral
Barangkali, itulah alasan mengapa kata galau lebih populer ketimbang kata pangan, meskipun dua-duanya sama-sama anak angkat dalam keluarga kosakata bahasa Indonesia. Pangan hanya "milik" lembaga-lembaga yang bertanggungjawab soal 'makanan' warganegara. Lihat saja variasi nama "Badan Ketahanan Pangan" yang tersebar dari pusat hingga tingkat daerah. Mungkin hanya BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) di jalan Percetakan Negara (Jakarta) itulah satu dari antara sedikit lembaga negara yang mencantumkan kata "makanan" dan bukan "pangan" dalam namanya.Di tangan negara, arti kata pangan pun menjadi lebih luas ketimbang saat ia dikandung bahasa aslinya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012, arti kata pangan bahkan menjadi lebih 'menyeluruh' dan kompleks. "Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman."[11]
Begitulah. Ijinkan saya mengatakan ini: kini kata pangan lebih terkesan milik pemerintah dan birokrat (dan nama jurusan serta program studi di sejumlah universitas). Ia bukanlah kata (seperti kata galau) yang dihidupi masyarakat (baca: warganegara) dalam kesehariannya. Ia juga tercerabut dari asal kata-nya dan diberi atribut yang lebih belibet dan rumit; pengertian yang hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang 'makan bangku sekolahan'. Jangan heran, ketika pemerintah teriak-teriak soal kedaulatan pangan atau kemandirian pangan, teriakan itu adalah sesuatu yang perlu dibahasakan ulang dalam sekian banyak proyek, seminar, atau matakuliah untuk dapat dimengerti dan dijalankan bersama oleh segenap warga negara.
Ya. kenapa sih harus dibuat ribet? Misalnya, daripada harus pidato berapi-api tentang "gerakan pangan berdaulat", kenapa tidak secara sederhana dibahasakan dalam istilah aslinya. Bahwa negara kita harus mengusahakan sendiri makanan untuk warganya, tanpa harus tergantung dari impor negeri tetangga. Bahwa semangat untuk mengusahakan "makanan sendiri" (Kemandirian Pangan) harusnya menjadi sikap mental semua warganegara agar nantinya kita tidak disebut "bangsa pengimpor" atau bahkan "bangsa pengemis".
Sekian dulu.
Robert Bell. Thundang
[1] Ada beberapa "versi" dari Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan (KBBI daring) yang tersebar di internet. Saya cenderung memilih KBBI daring "versi" Kemendikbud sebagai sumber rujukan.
[2] Anda bisa mengecek perbandingan terbaru dalam trend pencarian keywords pangan dan makanan di Google Trends Indonesia.
[3] Saya menemukan "asal kata" galau ini dari kicau seorang sahabat Kompasiana: M. Rajib Rakatirta. Dalam ceritanya, Rajib mengaku bahwa ia sendiri baru tahu jika kata ‘galau’ berasal dari Minangkabau setelah membaca Kamus Umum Bahasa Indonesia yang terbit pada tahun 1976. Bagian yang paling saya suka dari penuturan Rajib dalam kisahnya yang dijuduli Saya Galau Karena Kata Galau itu adalah ketika temannya yang berasal dari Minangkabau bertanya kepada neneknya, apakah benar kata "galau" berasal dari Minangkabau. “Memangnya kau kira dari mana?” begitu kata neneknya. Jawaban itu membuat saya terpingkal-pingkal sekaligus tercenung pada saat yang sama: begitu jauh kita sudah tercerabut dari akar, ternyata.
[4] Kata Food, oleh Google Terjemahan instan diterjemahkan sebagai "any nutritious substance that people or animals eat or drink, or that plants absorb, in order to maintain life and growth." Dalam arti tertentu, menurut saya, terjemahan itu sedikit lebih kompleks dibanding terjemahan kata bahasa Indonesia ("bahan, biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan, yang dimakan oleh makhluk hidup mendapatkan tenaga dan nutrisi") yang lebih menitikberatkan makna "makanan" dalam fungsinya untuk manusia.
[5] Harus saya akui, saya sendiri tidak puas karena hanya menyumberkan data tentang kata "makan" dari apa yang dikatakan Wikipedia tentang kata "makan". Semoga ke depannya akan ada kesempatan untuk saya melengkapi daftar sumber bacaan dengan rujukan yang sedikit lebih lengkap dan mendalam.
[6] Dalam pembahasan berjudul Dutch terms derived from Indonesian, Wiki mengisahkan ada 19 kata bahasa Belanda yang diserap dari bahasa Indonesia. Kata makan (makken) adalah salah satu di antaranya.
[7] Meski tidak bisa dibilang lengkap, Jejak Candra sangat banyak melengkapi ketidaktahuan saya tentang bagaimana kata "makan" diartikan dan digunakan dalam bahasa Jawa. Ada catatan menarik yang disematkannya di sana: "Jika anda bukan orang jawa, maka artikel ini bisa menjadi wawasan baru bagi anda. Artikel ini penting, apalagi bagi anda anda yang ingin menikah dengan orang Jawa. Jangan sampai anda bilang “bu wis nyekek durung?” ke (calon) mertua kalo anda tidak mau di pecat menjadi (calon) menantu."
[8] Dari kedua "tokoh" yang disebutkan itu, saya hanya "kenal" salah satunya: SLANK dengan lagunya yang populer semasa saya SMA: Makan Gak Makan Asal Kumpul. Saya belum banyak tahu tentang kumpulan Sketsa Umar Kayam berjudul Mangan Ora Manga Kumpul itu. Meski begitu, untungnya ada yang sempat mengulas tentang buku itu di internet. Semoga nantinya ada kesempatan untuk memiliki, atau sekurang-kurangnya, membacanya.
[9] Kebutuhan manusia yang banyak itu, oleh matapelajaran di bangku sekolah dipilah-pilah dan dikelompokkan lagi dalam kotak-kotak yang lebih mudah diingat. Artikel ini mungkin bisa membantu Anda untuk kembali bernostalgia ke bangku sekolah, saat pengelompokkan ini mati-matian dihafal untuk bisa lulus ujian kenaikan kelas. :)
[10] Artikel rujukan ini ditulis oleh Agus Ali Imron Al Akhyar, Anggota KS2B Tulungagung. Ia menyentil soal sandang, pangan, papan dalam pengantar pembahasannya tentang konsep Pawon (dapur) dalam masyarakat Jawa.
[11] Silahkan di-download file lengkap tentang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan di sini.
[2] Anda bisa mengecek perbandingan terbaru dalam trend pencarian keywords pangan dan makanan di Google Trends Indonesia.
[3] Saya menemukan "asal kata" galau ini dari kicau seorang sahabat Kompasiana: M. Rajib Rakatirta. Dalam ceritanya, Rajib mengaku bahwa ia sendiri baru tahu jika kata ‘galau’ berasal dari Minangkabau setelah membaca Kamus Umum Bahasa Indonesia yang terbit pada tahun 1976. Bagian yang paling saya suka dari penuturan Rajib dalam kisahnya yang dijuduli Saya Galau Karena Kata Galau itu adalah ketika temannya yang berasal dari Minangkabau bertanya kepada neneknya, apakah benar kata "galau" berasal dari Minangkabau. “Memangnya kau kira dari mana?” begitu kata neneknya. Jawaban itu membuat saya terpingkal-pingkal sekaligus tercenung pada saat yang sama: begitu jauh kita sudah tercerabut dari akar, ternyata.
[4] Kata Food, oleh Google Terjemahan instan diterjemahkan sebagai "any nutritious substance that people or animals eat or drink, or that plants absorb, in order to maintain life and growth." Dalam arti tertentu, menurut saya, terjemahan itu sedikit lebih kompleks dibanding terjemahan kata bahasa Indonesia ("bahan, biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan, yang dimakan oleh makhluk hidup mendapatkan tenaga dan nutrisi") yang lebih menitikberatkan makna "makanan" dalam fungsinya untuk manusia.
[5] Harus saya akui, saya sendiri tidak puas karena hanya menyumberkan data tentang kata "makan" dari apa yang dikatakan Wikipedia tentang kata "makan". Semoga ke depannya akan ada kesempatan untuk saya melengkapi daftar sumber bacaan dengan rujukan yang sedikit lebih lengkap dan mendalam.
[6] Dalam pembahasan berjudul Dutch terms derived from Indonesian, Wiki mengisahkan ada 19 kata bahasa Belanda yang diserap dari bahasa Indonesia. Kata makan (makken) adalah salah satu di antaranya.
[7] Meski tidak bisa dibilang lengkap, Jejak Candra sangat banyak melengkapi ketidaktahuan saya tentang bagaimana kata "makan" diartikan dan digunakan dalam bahasa Jawa. Ada catatan menarik yang disematkannya di sana: "Jika anda bukan orang jawa, maka artikel ini bisa menjadi wawasan baru bagi anda. Artikel ini penting, apalagi bagi anda anda yang ingin menikah dengan orang Jawa. Jangan sampai anda bilang “bu wis nyekek durung?” ke (calon) mertua kalo anda tidak mau di pecat menjadi (calon) menantu."
[8] Dari kedua "tokoh" yang disebutkan itu, saya hanya "kenal" salah satunya: SLANK dengan lagunya yang populer semasa saya SMA: Makan Gak Makan Asal Kumpul. Saya belum banyak tahu tentang kumpulan Sketsa Umar Kayam berjudul Mangan Ora Manga Kumpul itu. Meski begitu, untungnya ada yang sempat mengulas tentang buku itu di internet. Semoga nantinya ada kesempatan untuk memiliki, atau sekurang-kurangnya, membacanya.
[9] Kebutuhan manusia yang banyak itu, oleh matapelajaran di bangku sekolah dipilah-pilah dan dikelompokkan lagi dalam kotak-kotak yang lebih mudah diingat. Artikel ini mungkin bisa membantu Anda untuk kembali bernostalgia ke bangku sekolah, saat pengelompokkan ini mati-matian dihafal untuk bisa lulus ujian kenaikan kelas. :)
[10] Artikel rujukan ini ditulis oleh Agus Ali Imron Al Akhyar, Anggota KS2B Tulungagung. Ia menyentil soal sandang, pangan, papan dalam pengantar pembahasannya tentang konsep Pawon (dapur) dalam masyarakat Jawa.
[11] Silahkan di-download file lengkap tentang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan di sini.