Kehidupan masa lampau, masa pra-sejarah yang dicirikan oleh kehidupan berpindah-pindah pada zaman neolitikum, membuat manusia menemukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka tidak hanya menggali dan meramu agar bisa makan, tetapi juga memanfaatkan alam untuk hidup. Mereka menanam tanaman-tanaman yang bisa dimakan.[1]
Disanalah awal sejarah munculnya sistem pertanian termasuk hortikultur yang hingga kini dikembangkan sebagian besar manusia masa kini. Sistem pertanian yang dimulai dengan menanam tanaman dan memelihara binatang menjadi awal dibukanya habitus pertanian dunia. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan akan pangan. Dalam perkembangan, ilmu pertanian mengalami evolusi kemajuan yang semakin pesat, mulai dari modernisasi pola budiadya hingga mendulang keuntungan dari usaha tani (agrobisnis).
Beberapa ahli telah mengemukakan pendapatnya terkait pertanian, antara lain; Menurut Van Aarsten (1953), agriculture adalah digunakannya kegiatan manusia untuk memperoleh hasil yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan atau hewan yang pada mulanya dicapai dengan jalan sengaja menyempurnakan segala kemungkinan yang telah diberikan oleh alam guna mengembangbiakkan tumbuhan dan atau hewan tersebut.
Menurut Mosher (1966), pertanian adalah suatu bentuk produksi yang khas, yang didasarkan pada proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Petani mengelola dan merangsang pertumbuhan tanaman dan hewan dalam suatu usaha tani, dimana kegiatan produksi merupakan bisnis, sehinggga pengeluaran dan pendapatan sangat penting artinya. Dari beberapa pengertian ini terlihat jelas bahwa agrikultur (pertanian) tidak hanya menyangkut urusan tanam-menanam tetapi juga kegiatan lainya yang data mendukung usaha tani, misalnya memelihara hewan untuk menambah penghasilan usaha tani.
Agronomi merupakan cabang ilmu pertanian yang berkaitan dengan berbagai faktor-termasuk fisik dan biologis pengelolaan tanah, pengolahan tanah, rotasi tanaman, peternakan, pengendalian gulma, dan iklim yang berhubungan dengan produksi tanaman. Agronomi bukanlah bidang pengetahuan baru. Pada awal 7000 SM gandum dan barley ditanam di Jarmo, hingga kini ditanam di Iran. Agronomi telah lahir sejak zaman prasejarah, yang ditandai oleh kehidupan manuia yang berpindah-pindah untuk mencari makan dan untuk membudidayakan tanaman tertentu, khususnya gandum atau barley, sebagai tambahan untuk nilai makanan mereka.
Kemudahan memanen dan mengumpulkan gandum dan barley, kala itu, membuat masyarakat dengan mudah kembali menanam kembali tanaman itu. Seleksi alam ini akhirnya membuat tanaman makanan ini lebih baik dibudidayakan terus meneruss karena mereka lebih mudah dipanen. Selama berabad-abad, pemilihan juga terjadi untuk karakteristik tanaman lain, karena factor atau alasan rasa, hasil, dan adaptasi terhadap tanah dan iklim tertentu. Dalam perkembangan, muncullah konsep agronomi produksi yang lebih menekankan peningkatan kualitas tanaman.[4]
Komoditas hortikultura pada umumnya ditanam sebagai tanaman sela, tanaman pekarangan, dan kebun. Seiring dengan nilai komersialnya yang tinggi-terutama sayuran dan tanaman hias-ia banyak dikembangkan melalui budidaya hidroponik.[4]
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2013 tentang Hortikultura, hortikultura diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan/atau bahan estetika. Tanaman hortikultura adalah tanaman yang menghasilkan buah, sayuran, bahan obat nabati, florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan/ atau bahan estetika.[5]
Seiring waktu, tenaga manusia di bidang pertanian mengalami penurunan, pertama karena penggunaan hewan dan akhirnya dengan mesin didukung oleh bahan bakar fosil. Sekitar 1000 liter minyak yang digunakan untuk menghasilkan satu hektar jagung dengan hasil 9.000 kg/ ha. Sepertiga dari energi ini digunakan untuk menggantikan tenaga kerja, sepertiga untuk pupuk, dan sepertiga untuk orang lain.
Ada harapan yang besar agar negara dapat secara optimal mendorong lahirnya kemajuan dalam upaya pengembangan tanaman hortikultura, khususnya di berbagai daerah yang lahannya masih banyak yang dibiarkan kosong. Tanah di Indonesia sangat subur dan potensial untuk pengembangan berbagai tanaman holtikultura. Masa depan pertanian Indonesia juga sangat tergantung dari pengembangan holtikultura. Hanya saja, eksekusi kebijakan yang kadang terlambat membuat petani memilih untuk meredam keinginannya untuk membudidayakan tanaman hortikultura.
Hortikultura adalah komoditas yang akan memiliki masa depan sangat cerah menilik dari keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya dalam pemulihan perekonomian Indonesia waktu mendatang. Oleh karenanya kita harus berani untuk memulai mengembangkannya pada saat ini. Seperti halnya negara-negara lain yang mengandalkan devisanya dari hasil hortikultura, antara lain Thailand dengan berbagai komoditas hortikultura yang serba Bangkok (Jambu Bangkok, Pepaya Bangkok, dan sebagainya), Belanda dengan bunga tulipnya, Nikaragua dengan pisangnya, bahkan Israel dari gurun pasirnya kini telah mengekspor apel, jeruk, anggur dan sebagainya.
Pilihan mengembangkan tanaman hortikultura kini adalah pilihan tepat untuk kemajuan pangan kita. Apalagi, saat mengupas tema perbaikan gizi bagi generasi masa masa depan bangsa. Keberanian untuk mengisi lahan-lahan kosong yang hanya ditumbuhi rumput liar bisa jadi awal dari upaya menuju itu. Dengan demikian, pencarian solusi untu ketahanan pangan juga amat mudah didapat. Stok pangan yang terus menyusut juga dapat dengan mudah teratasi, ketika berbagai tanaman hortikultur menumpuk di dapur kita.*Marsel Gunas
Disanalah awal sejarah munculnya sistem pertanian termasuk hortikultur yang hingga kini dikembangkan sebagian besar manusia masa kini. Sistem pertanian yang dimulai dengan menanam tanaman dan memelihara binatang menjadi awal dibukanya habitus pertanian dunia. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan akan pangan. Dalam perkembangan, ilmu pertanian mengalami evolusi kemajuan yang semakin pesat, mulai dari modernisasi pola budiadya hingga mendulang keuntungan dari usaha tani (agrobisnis).
Agrikultur
Agrikultur (dalam Bahasa Inggris Agriculture) berasal dari dua kata bahasa Latin ‘agro’ dan ‘cultura’ yang berarti pengelolaan lahan. Kegiatan Pengelolaan ini dimaksudkan untuk kepentingan kehidupan tanaman dan hewan, sedangkan tanah digunakan sebagai wadah atau tempat kegiatan pengelolaan tersebut, yang kesemuanya itu untuk kelangsungan hidup manusia.[2]Beberapa ahli telah mengemukakan pendapatnya terkait pertanian, antara lain; Menurut Van Aarsten (1953), agriculture adalah digunakannya kegiatan manusia untuk memperoleh hasil yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan atau hewan yang pada mulanya dicapai dengan jalan sengaja menyempurnakan segala kemungkinan yang telah diberikan oleh alam guna mengembangbiakkan tumbuhan dan atau hewan tersebut.
Menurut Mosher (1966), pertanian adalah suatu bentuk produksi yang khas, yang didasarkan pada proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Petani mengelola dan merangsang pertumbuhan tanaman dan hewan dalam suatu usaha tani, dimana kegiatan produksi merupakan bisnis, sehinggga pengeluaran dan pendapatan sangat penting artinya. Dari beberapa pengertian ini terlihat jelas bahwa agrikultur (pertanian) tidak hanya menyangkut urusan tanam-menanam tetapi juga kegiatan lainya yang data mendukung usaha tani, misalnya memelihara hewan untuk menambah penghasilan usaha tani.
Lahirnya Agronomi
Agronomi merupakan cabang pertanian yang berhubungan dengan pengembangan dan manajemen praktis tanaman dan tanah untuk menghasilkan makanan, pakan, dan tanaman serat dengan cara yang melindungi atau meningkatkan lingkungan. Istilah "agronomi" merupakan disiplin ilmu tanah, tanaman, dan ilmu terkait. Agronomi berasal dari gabungan kata bahasa Latin yaitu Agro yang berarti ‘lahan’ dan bahasa Yunani nomos yang berarti "hukum". Agronomi juga dikenal sebagai teknik pertanian, yang merupakan bagian dari pengetahuan dalam ilmu terapan yang mengatur berbagai praktek pertanian dan peternakan.[3]Agronomi merupakan cabang ilmu pertanian yang berkaitan dengan berbagai faktor-termasuk fisik dan biologis pengelolaan tanah, pengolahan tanah, rotasi tanaman, peternakan, pengendalian gulma, dan iklim yang berhubungan dengan produksi tanaman. Agronomi bukanlah bidang pengetahuan baru. Pada awal 7000 SM gandum dan barley ditanam di Jarmo, hingga kini ditanam di Iran. Agronomi telah lahir sejak zaman prasejarah, yang ditandai oleh kehidupan manuia yang berpindah-pindah untuk mencari makan dan untuk membudidayakan tanaman tertentu, khususnya gandum atau barley, sebagai tambahan untuk nilai makanan mereka.
Kemudahan memanen dan mengumpulkan gandum dan barley, kala itu, membuat masyarakat dengan mudah kembali menanam kembali tanaman itu. Seleksi alam ini akhirnya membuat tanaman makanan ini lebih baik dibudidayakan terus meneruss karena mereka lebih mudah dipanen. Selama berabad-abad, pemilihan juga terjadi untuk karakteristik tanaman lain, karena factor atau alasan rasa, hasil, dan adaptasi terhadap tanah dan iklim tertentu. Dalam perkembangan, muncullah konsep agronomi produksi yang lebih menekankan peningkatan kualitas tanaman.[4]
Hortikultura-Sejarah dan Nasibnya Kini
Hortikultura berasal dari kata “hortus” (ladang atau kebun) dan “colere” (budidaya). Secara harfiah istilah hortikultura diartikan sebagai usaha membudidayakan tanaman buah-buahan, sayuran dan tanaman hias (Baca: Janick, 1972 ; Edmond et al., 1975). Hortikultura merupakan suatu cabang dari ilmu pertanian yang mempelajari budidaya buah-buahan, sayuran dan tanaman hias. Golongan tanaman yang termasuk hortikultura tidak mutlak, secara umum adalah tanaman kebun yang mencakup: buah, sayur, tanaman yang dibudidayakan untuk tujuan keindahan (ornamental), yaitu tanaman hias, bambu, tanaman untuk Plantation Crops.Komoditas hortikultura pada umumnya ditanam sebagai tanaman sela, tanaman pekarangan, dan kebun. Seiring dengan nilai komersialnya yang tinggi-terutama sayuran dan tanaman hias-ia banyak dikembangkan melalui budidaya hidroponik.[4]
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2013 tentang Hortikultura, hortikultura diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan/atau bahan estetika. Tanaman hortikultura adalah tanaman yang menghasilkan buah, sayuran, bahan obat nabati, florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan/ atau bahan estetika.[5]
Hortikultura: Pesan Kemajuan Pangan
Manusia mulai membudidayakan tanaman pangan sekitar 10.000 tahun yang lalu. Ketika mereka mengamati beberapa butir ditinggalkan di tempat perkemahan mereka tumbuh dan berkembang, mereka mulai mengolah biji-bijian ini agar bisa dipanen. Dari awal yang sederhana, pertanian mulai. Tebang dan bakar, tipe awal budaya tanaman, tetap hari Di seluruh dunia, lebih dari 99,7% dari makanan manusia (kalori) berasal dari tanah.[6]Seiring waktu, tenaga manusia di bidang pertanian mengalami penurunan, pertama karena penggunaan hewan dan akhirnya dengan mesin didukung oleh bahan bakar fosil. Sekitar 1000 liter minyak yang digunakan untuk menghasilkan satu hektar jagung dengan hasil 9.000 kg/ ha. Sepertiga dari energi ini digunakan untuk menggantikan tenaga kerja, sepertiga untuk pupuk, dan sepertiga untuk orang lain.
Ada harapan yang besar agar negara dapat secara optimal mendorong lahirnya kemajuan dalam upaya pengembangan tanaman hortikultura, khususnya di berbagai daerah yang lahannya masih banyak yang dibiarkan kosong. Tanah di Indonesia sangat subur dan potensial untuk pengembangan berbagai tanaman holtikultura. Masa depan pertanian Indonesia juga sangat tergantung dari pengembangan holtikultura. Hanya saja, eksekusi kebijakan yang kadang terlambat membuat petani memilih untuk meredam keinginannya untuk membudidayakan tanaman hortikultura.
Hortikultura adalah komoditas yang akan memiliki masa depan sangat cerah menilik dari keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya dalam pemulihan perekonomian Indonesia waktu mendatang. Oleh karenanya kita harus berani untuk memulai mengembangkannya pada saat ini. Seperti halnya negara-negara lain yang mengandalkan devisanya dari hasil hortikultura, antara lain Thailand dengan berbagai komoditas hortikultura yang serba Bangkok (Jambu Bangkok, Pepaya Bangkok, dan sebagainya), Belanda dengan bunga tulipnya, Nikaragua dengan pisangnya, bahkan Israel dari gurun pasirnya kini telah mengekspor apel, jeruk, anggur dan sebagainya.
Pilihan mengembangkan tanaman hortikultura kini adalah pilihan tepat untuk kemajuan pangan kita. Apalagi, saat mengupas tema perbaikan gizi bagi generasi masa masa depan bangsa. Keberanian untuk mengisi lahan-lahan kosong yang hanya ditumbuhi rumput liar bisa jadi awal dari upaya menuju itu. Dengan demikian, pencarian solusi untu ketahanan pangan juga amat mudah didapat. Stok pangan yang terus menyusut juga dapat dengan mudah teratasi, ketika berbagai tanaman hortikultur menumpuk di dapur kita.*Marsel Gunas
[1] Setelah istilah "Zaman Batu" diciptakan pada akhir abad ke-19, para pakar sejarah mengusulkan untuk membagi Zaman Batu ke dalam periode yang berbeda: Palaeolithic, Mesolithic, dan Neolitik. Istilah Neolitik mengacu pada tahap terakhir dari Zaman Batu. Periode ini penting untuk arsitektur megalitik, penyebaran praktek-praktek pertanian, dan penggunaan alat-alat batu dipoles.
[2] Membahas hortikultur harus dimulai dengan pemahaman akan agrikultur yang merupakan payung utamanya. Agrikultur yang telah dimulai sejak abad yang telah lalu, telah menyeret sejumlah peneliti untuk terus menelaah bagian terpenting dari sebuah aktivitas yang dikenal "mengolah lahan" itu. Harapanya, sejarah agrikultur yang telah dimulai sejak zaman lampau itu, harus terus dikembangkan agar mendatangkan hasil yang dapat membangkitkan kesejahteraan bagi masyarakat, khususnya bagi petani.
[3] Banyak istilah dalam pertanian yang acapkali diabaikan, tetapi sebenarnya memilki makna yang penting ketika kita gelisah akan pembangunan sektor pertanian. Membahas tema agrikultur tanpa diikuti pemahaman agronomi terkadang hanya akan mendapatkan hasil yang rancu. Padahal, agronomi juga menjembatani kita memahami hortikultura. (baca juga: Ambarwati, Erlina. 2012. Pengertian Agronomi dan Hortikultura beserta Ruang Lingkupnya. Bahan Ajar Mata Kuliah Dasar-Dasar Agronomi D, Fakultas Pertanian, UGM, Yogyakarta)
[4] Budidaya tanaman hortikultura harus diawali dengan memahami tanaman hortikultura dan pola-pola budidaya yang tepat, termasuk hama atau penyakit yang biasanya menyerang tanaman hortikultura (Baca: Hama Tanaman, Pangan, Hortikultura, Dan Perkebunan, 2007. Enceng Surachman dan Widada Agus Suryanto. 2007). Anda bisa dapatkan bukunya disini
[5] Mendorong pengembangan tanaman holtikultura di Indonesia, pada tahun 2010 telah mengeluarkan UU No 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura. Pengertian hortikultura didefinisikan secara gamblang.
[6] Membudidayakan tanaman hortikultura telah dimulai sejak abad lampau. Sejarah mencatat, pengembangan gandum dan barley pada masa lampau telah menjadi jejak sejarah pengetahuan tentang hortikultura.
[2] Membahas hortikultur harus dimulai dengan pemahaman akan agrikultur yang merupakan payung utamanya. Agrikultur yang telah dimulai sejak abad yang telah lalu, telah menyeret sejumlah peneliti untuk terus menelaah bagian terpenting dari sebuah aktivitas yang dikenal "mengolah lahan" itu. Harapanya, sejarah agrikultur yang telah dimulai sejak zaman lampau itu, harus terus dikembangkan agar mendatangkan hasil yang dapat membangkitkan kesejahteraan bagi masyarakat, khususnya bagi petani.
[3] Banyak istilah dalam pertanian yang acapkali diabaikan, tetapi sebenarnya memilki makna yang penting ketika kita gelisah akan pembangunan sektor pertanian. Membahas tema agrikultur tanpa diikuti pemahaman agronomi terkadang hanya akan mendapatkan hasil yang rancu. Padahal, agronomi juga menjembatani kita memahami hortikultura. (baca juga: Ambarwati, Erlina. 2012. Pengertian Agronomi dan Hortikultura beserta Ruang Lingkupnya. Bahan Ajar Mata Kuliah Dasar-Dasar Agronomi D, Fakultas Pertanian, UGM, Yogyakarta)
[4] Budidaya tanaman hortikultura harus diawali dengan memahami tanaman hortikultura dan pola-pola budidaya yang tepat, termasuk hama atau penyakit yang biasanya menyerang tanaman hortikultura (Baca: Hama Tanaman, Pangan, Hortikultura, Dan Perkebunan, 2007. Enceng Surachman dan Widada Agus Suryanto. 2007). Anda bisa dapatkan bukunya disini
[5] Mendorong pengembangan tanaman holtikultura di Indonesia, pada tahun 2010 telah mengeluarkan UU No 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura. Pengertian hortikultura didefinisikan secara gamblang.
[6] Membudidayakan tanaman hortikultura telah dimulai sejak abad lampau. Sejarah mencatat, pengembangan gandum dan barley pada masa lampau telah menjadi jejak sejarah pengetahuan tentang hortikultura.